Penambangan emas liar secara tradisional di Indonesia memang sangat banyak, contohnya saja di Pulau Kalimantan dan Sulawesi. Penduduk setempat menambang emas dengan cara yang sangat sederhana tanpa teknologi canggih.
Ada yang membuat sumur dengan kedalaman antara 10 - 20 meter dari permukaan tanah. Lubang yang cukup sempit dan hanya ditopang kanan kirinya dengan menggunakan kayu. Penambang dengan mengenakan senter kecil di kepalanya akan masuk ke dalam lubang sumur yang telah di gali hanya dengan berpegangan dengan seutas tali dan kayu-kayu di samping kanan dan kirinya. Sesampainya di bawah dalam keadaan lorong yang sempit yang tak akan cukup untuk berdiri dan hanya berkapasitas 2-3 orang saja, dengan penerangan hanya dari lampu senter yang mereka kenakan, oksigen yang pastinya sangat sedikit mereka mulai memalu alur emas yang menyatu dengan tanah dan bebatuan. Selepas itu bongkahan-bongkahan batu yang mengandung emas yang telah mereka palu dimasukkan ke dalam karung dan ditarik ke atas dengan menggunakan tali yang kemudian akan melewati proses selanjutnya.
Ada juga cara lain yaitu menambang emas di antara pasir sungai, banyak dilakukan oleh ibu-ibu yang usianya cukup lanjut. Mengeruk pasir di sungai dan mulai mengayak dengan penuh harapan bahwa dalam kerukannya akan terselip butiran emas yang mereka cari. Dan mungkin ada banyak cara lain lagi . . .
Dilihat dari segi manapun cara penambangan emas yang dilakukan oleh penambang-penambang liar itu tidaklah aman. Tidak ada jaminan keselamatan untuk mereka sebagai penambang maupun untuk alam yang mereka eksplorasi.
Prihatin memang dengan cara mereka menambang emas, sumur yang begitu dalam dibuat tanpa memperhatikan unsur keselamatan untuk mereka sebagai penambang, yang hanya ditopang oleh kayu-kayu dan hanya berpegangan dengan seutas tali. belum lagi jika sudah ada di dasar sumur, ketika mereka mulai menambang emas. Tidak ada jaminan keselamatan di dalamnya, kekurangan oksigen, penerangan yang seadanya, posisi menambang yang dapat berefek buruk pada tubuh dan kemungkinan faktor resiko terjadinya longsor dan tertimbun tanah mengingat tanah penggalian yang sangat sederhana dan rapuh.
Nyawa yang mereka pertaruhkan untuk mendapatkan emas . . .
Lalu bagaimana dengan penambang di dalam sungai? Resiko bahaya memang lebih kecil. Namun sama besarnya bahaya untuk kerusakan alam.
Lubang-lubang sumur yang telah mereka buat ditinggalkan begitu saja setelah selesai mereka menambang. Begitu banyak lubang-lubang menganga di daerah penambangan liar yang pastinya sangat berbahaya dan tentunya kondisi tanah didaerah tersebut akan rapuh dan sangat mudah longsor. Tak ada bedanya dengan sungai-sungai yang tak hanya terus digerus pasir di dalamnya tapi juga tanah-tanah dikanan kirinya. Tanah menjadi rapuh, mudah longsor dan banjir karena tanah tak lagi kuat.
Lalu? Salahkah mereka menambang?
Serba salah sebenarnya untuk berpendapat. Ketika alasan mereka menambang adalah untuk menyambung hidup, hanya agar dapur terus mengepul. Mereka para penambang bukanlah orang-orang yang serakah akan harta karena mereka adalah orang-orang yang bergulat dengan kemiskinan. Mereka bukan orang-orang yang mencari emas untuk dijadikan sebagai koleksi perhiasan simbol kekayaan karena mereka menambang hanya agar mereka tetap bisa makan.
Ironis memang, karena di luar sana emas dijadikan sebagai simbol suatu kemewahan sedangkan mereka para penambang kemewahan hidupnya tak pernah berubah dan selalu berputar akan kemiskinan. Harusnya mereka bisa menjadi orang kaya karena yang mereka tambang adalah kemewahan. Namun, apa daya ketika mereka terlalu lama bergulat dengan kemiskinan sehingga mereka terlalu polos ketika pengepul hanya membeli butiran emas yang mereka kumpulkan dengan harga yang terendah.
Mungkin mereka hanya ingin meyambung nyawa
Mungkin mereka hanya ingin bisa makan
Mungkin mereka hanya berpikir bagaimana agar dapur mereka tetap mengepul
Mungkin mereka tau bahwa jaminan keselamatan mereka tak ada
Mungkin mereka sadar akan faktor bahaya untuk nyawa mereka dari apa yang mereka lakukan
Mungkin mereka tau mereka menjadikan nyawa mereka sebagai taruhannya
Mungkin mereka tau bahwa apa yang mereka lakukan dapat menjadikan alam marah dan tak ramah lagi dengan mereka dan mereka terpaksa tak mau tau
Atau mungkin kemiskinan membuat mereka tak tau akibat buruk pada alam dari apa yang mereka lakukan
PR untuk Pemerintah . . .
PR untuk kita wahai calon tenaga K3 . . .
PR untuk semua elemen masyarakat . . .
Kerjasama kita semua menyelesaikan masalah kemiskinan, kerusakan alam dan keselamatan
Sehingga kemiskinan tak perlu memaksa mereka mempertaruhkan keselamatan nyawa mereka . . .
Sehingga kemiskinan tak perlu memaksa mereka membuat alam rusak dan tak terpelihara . . .
Minggu, 7 maret 2010
@Vasatro27
Terinspirasi dari beberapa berita di stasiun TV swasta yang menayangkan berita tentang penambangan liar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar